top of page
  • Writer's pictureRoby Widjaja

It’s a [ Roby Widjaja Tells a Story About Roby Widjaja ] Story — Part 4







After deciding to quit his Sea Fish International Trading Brokerage business in Bali, Roby Widjaja wanted to have a better life with better careers or businesses, pursue his dreams, and satisfy his purposes of life. There were many idealistic thoughts in his mind at that time.


Setelah memutuskan untuk menghentikan bisnis broker perdagangan internasional ikan lautnya di Bali, Roby Widjaja ingin menjalani kehidupan yang lebih baik dengan karir — karir atau bisnis — bisnis yang lebih baik, merealisasikan mimpi — mimpinya, dan mewujudkan maksud dan tujuan hidupnya. Pada waktu itu banyak sekali pemikiran — pemikiran yang idealis dalam pikirannya.



His mind was just like a very dark very early in the morning time getting sunlight from the rising sun for the first few minutes. Yes, just like what you can see in the sky on the 3 am to 4 am of your day.


Apa yang terjadi dalam pikirannya pada waktu itu adalah seperti sebuah waktu subuh yang sangat gelap yang baru saja menerima pancaran sinar matahari dari matahari terbit pada beberapa menit pertamanya. Ya, seperti apa yang bisa kamu lihat di langit antara jam 3 sampai 4 pagi harimu.



The only problem that he had at that time, he only had about USD 3,000 cash in his saving account. Not too many things he could do with that USD 3,000 cash capital. Even setting up and running a new franchised convenience store on a rented building such as Indomaret needed more than USD 50,000 cash financial capital. Having Huge Dreams and High Purposes of Life but Having Nano Scale Financial Capital, that’s the problem he had in few words.


Satu — satunya masalah yang ia miliki pada waktu itu, ia hanya memiliki uang tunai sekitar USD 3,000 di rekening tabungannya. Tidak terlalu banyak yang bisa ia lakukan dengan modal uang tunai sebesar sekitar USD 3,000. Bahkan mendirikan dan menjalankan sebuah toko minimarket baru menggunakan gedung sewaan saja sudah membutuhkan modal uang tunai lebih dari USD 50,000. Memiliki Mimpi — Mimpi Besar dan Maksud & Tujuan — Tujuan Hidup yang Tinggi tetapi Hanya Memiliki Modal Keuangan Berukuran Nano, itulah problem yang dihadapinya disingkat dalam beberapa kata saja.



After carefully analysing all options he had and could do with about USD 3,000 cash capital, he chose to work as a Japanese Restaurant worker with US Tourist Visa on his passport in Wyoming State of United States of America. He bought a one-way flight ticket without a plan to go back to Indonesia anymore.


Setelah menganalisa semua pilihan yang dimilikinya dan dapat dilakukannya dengan modal tunai sekitar USD 3,000, ia memilih untuk bekerja sebagai seorang pekerja serabutan sebuah Restoran Jepang dengan Visa Turis pada passpornya di Provinsi Wyoming Amerika Serikat. Ia membeli tiket satu jalan tanpa berencana untuk pulang kembali ke Indonesia.



His whole plan was collecting enough cash capital by working as a restaurant worker, getting a Master Degree in Investment Management from University of Columbia New York ( the same “Ivy League” University from where Warren Edward Buffett got his Master Degree in Investment Management too ), working as Investment Manager or Fund Manager in JP Morgan, Goldman Sachs, or similar big giant multinational financial companies, and setting up and running his investment company just like Warren Edward Buffett did with his Berkshire Hathaway.


Rencana keseluruhannya adalah mengumpulkan modal uang tunai secukupnya dengan bekerja sebagai pekerja serabutan restoran, mendapatkan gelar Master di bidang Manajemen Investasi dari Universitas Columbia of New York ( Universitas “Ivy League” yang sama dimana seorang Warren Edward Buffett mendapatkan gelar Master Manajemen Investasinya juga ), bekerja sebagai Manajer Investasi di JP Morgan, Goldman Sachs, atau perusahaan — perusahaan raksasa multinasional serupa, dan kemudian mendirikan dan menjalankan perusahaan investasinya sendiri sama seperti yang dilakukan oleh Warren Edward Buffett dengan perusahaannya Berkshire Hathaway.



The only difference between his plan and what Warren Buffett does through his Berkshire Hathaway was, Roby Widjaja wanted to invest, nurture, and grow companies in Biotechnology, Clean Renewable Energy, etc., many more than what he wrote on A Glimpse About 7 Technologies of The Future. Yes, it was just like planning to build a “Modern Day Noah’s Ark”.


Satu — satunya perbedaan antara rencananya dengan apa yang Warren Buffett lakukan melalui perusahaan Berkshire Hathaway nya adalah, Roby Widjaja ingin berinvestasi, membina, dan menumbuhkan perusahaan — perusahaan di bidang Bioteknologi, Energi Bersih Terbarukan, dan lain — lain, lebih dari apa yang ia tulis pada A Glimpse About 7 Technologies of The Future. Ya, pada waktu itu sama seperti merencanakan membangun sebuah “Bahtera Nabi Nuh Jaman Modern”.



It’s about 1,5 years of Roby Widjaja’s life between the year 2005 to 2007.


Ini adalah tentang sekitar 1,5 tahun dari hidup Roby Widjaja antara tahun 2005 sampai 2007.



Working as a general worker of a Japanese Restaurant in the United States of America with a Tourist Visa, he was underpaid. He knew that his monthly salary was under USA minimum salary regulation before he flew to the United States of America. He got USD 1,000 cash salary monthly, free shared apartment room ( it was one-bedroom apartment shared for 4 restaurant workers ), and free all you can eat lunch and dinner with the same foods on the restaurant’s menu from the restaurant owner. Other than that, he still got about USD 1,000 to USD 1,500 monthly on average from the restaurant customers tips. So, all tips from restaurant customers were collected and divided equally daily to all 4 restaurant workers. That’s why how much Roby Widjaja got daily from the customer tips, between USD 1,000 to USD 1,500 monthly on average, depended on the generosity of the customers.


Bekerja sebagai seorang pekerja serabutan dari sebuah restoran Jepang di Amerika Serikat dengan menggunakan visa turis, ia digaji dibawah standard gaji Amerika Serikat. Ia tahu bahwa gaji bulanan yang ia terima sebenarnya dibawah standard gaji Amerika Serikat sebelum ia terbang ke Amerika Serikat. Ia menerima gaji USD 1,000 per bulan, tempat tinggal gratis ( sebuah apartemen satu kamar tidur yang dipakai bersama oleh 4 orang pekerja restoran itu ), makan siang dan malam gratis sepuasnya dengan makanan — makanan yang sama seperti di menu restoran itu dari pemilik restoran. Selain itu, ia masih mendapatkan USD 1,000 sampai dengan USD 1,500 per bulan secara rata — rata dari uang tip para pelanggan restoran. Jadi, semua uang tip dari pelanggan restoran dikumpulkan dan dibagi rata setiap hari untuk 4 orang pekerja restoran. Itulah mengapa seberapa besar yang diperoleh Roby Widjaja setiap hari dari uang tip para pelanggan restoran, antara USD 1,000 sampai dengan USD 1,500 per bulan secara rata — rata, bergantung pada kemurahan hati para pelanggan.





Roby Widjaja worked from 10 am to 12 pm, 14 hours a day, daily 6 days a week. The restaurant owner rotated the roles of each employee from 4 employees every day. That’s why he worked as a janitor, chef, sushi chef, and waiter circularly each day.


Roby Widjaja bekerja dari jam 10 pagi sampai jam 12 malam, 14 jam sehari, setiap hari 6 hari dalam seminggu. Pemilik restoran merotasi peran pekerjaan setiap karyawan dari 4 karyawannya setiap hari. Itulah mengapa ia bekerja sebagai seorang tukang bersih — bersih restoran, koki, pembuat sushi, dan pelayan pelanggan restoran secara bergantian tiap hari.



Roby Widjaja prepared himself to study Master Degree in Investment Management at Columbia University of New York outside working hours and days.


Roby Widjaja mempersiapkan dirinya untuk belajar Manajemen Investasi strata S-2 di Universitas Columbia of New York di luar jam kerja dan hari kerja.



One day, Roby Widjaja had to go to another state for taking the GMAT test. He asked permission from the restaurant owner for not working in the restaurant for 3 days for taking the GMAT test. The restaurant owner didn’t like his plan to study at University Columbia of New York. The restaurant owner gave Roby Widjaja two choices at that time. The first choice was, Roby Widjaja could continue his plan to study at University Columbia of New York but he must quit from the restaurant. The restaurant owner wanted him to work as the employee of the restaurant for 10 years at least. That’s why the restaurant owner didn’t like his plan to study at University Columbia of New York. The second choice was, Roby Widjaja must forget his plan to study at University Columbia of New York and he could keep working in the restaurant as an employee for a minimum 10 years. It was a difficult decision for Roby Widjaja.


Suatu hari, Roby Widjaja harus pergi ke provinsi lain untuk melakukan ujian GMAT. Ia meminta ijin dari pemilik restoran untuk libur kerja selama 3 hari untuk keperluan ujian GMAT. Pemilik restoran tidak menyukai rencananya untuk studi lanjut di Universitas Columbia of New York. Pemilik restoran memberinya dua pilihan waktu itu. Pilihan pertama adalah, Roby Widjaja boleh tetap melanjutkan rencananya untuk studi lanjut di Universitas Columbia of New York tetapi ia harus berhenti bekerja dari restoran. Pemilik restoran ingin ia tetap bekerja sebagai karyawannya setidaknya untuk 10 tahun. Itulah mengapa pemilik restoran tidak menyukai rencananya untuk studi lanjut di Universitas Columbia of New York. Pilihan keduanya adalah, Roby Widjaja harus melupakan rencananya untuk studi lanjut di Universitas Columbia of New York dan ia bisa tetap bekerja sebagai karyawan restoran minimal 10 tahun. Ini adalah sebuah keputusan yang sulit bagi Roby Widjaja.



Spending one full day thinking about it, Roby Widjaja decided to continue his plan to study at University Columbia of New York finally. It means, that month was the last month he worked as the restaurant employees. He also had to find new jobs and a new apartment or house to stay in.


Sempat berpikir sehari penuh tentang hal itu, Roby Widjaja akhirnya memutuskan untuk melanjutkan rencananya studi lanjut di Universitas Columbia of New York. Itu artinya, bulan itu adalah bulan terakhir ia bekerja sebagai karyawan restoran itu. Ia juga harus mencari pekerjaan — pekerjaan baru dan tempat tinggal baru untuk ditinggali.



Roby Widjaja applied to study Investment Management Master Degree Program at University Columbia of New York with a full scholarship. He tried to find a full scholarship that also pays the daily living cost. The fact, there was no such thing in the United States of America at that time. The best scholarship he could find for the chosen study program and the university was 60% of tuition fees only, daily living costs must be paid by the student himself. It means Roby Widjaja’s plan to study at University Columbia of New York couldn’t be continued.


Roby Widjaja mendaftarkan diri untuk studi lanjut Manajemen Investasi Program S-2 di Universitas Columbia of New York dengan pengajuan beasiswa penuh. Ia mencoba untuk mendapatkan beasiswa penuh yang juga membayar biaya hidup sehari — harinya. Faktanya, tidak ada beasiswa semacam itu di Amerika Serikat pada waktu itu. Beasiswa terbesar yang berhasil ia temukan untuk program studi dan universitas pilihannya adalah 60% dari uang sekolah saja, tetapi biaya — biaya hidup sehari — hari harus dibayar mahasiswa itu sendiri. Itu artinya rencana Roby Widjaja untuk studi lanjut di Universitas Columbia of New York tidak bisa dilanjutkan.



Roby Widjaja had to survive with about USD 2,000 only after he quitted from the restaurant job. He had to stay at a cheap hotel room temporarily because he couldn’t stay at the restaurant owner’s apartment anymore. He also had to find new jobs from the Internet and locally printed newspapers. The only problem with those new jobs, no employers wanted to sponsor the H1 Visa for him. There were no local immigration lawyers could help him too to stay legally in the United States of America. The only way he could live and work legally in the United States of America was by applying for USA Green Card, but this way was too expensive for him and took a too long processing time that he can’t wait for it.


Roby Widjaja harus bertahan hidup dengan uang sekitar USD 2,000 saja setelah ia berhenti dari pekerjaan di restoran itu. Ia harus tinggal di sebuah hotel murah untuk sementara karena ia sudah tidak bisa lagi tinggal di apartemen milik pemilik restoran itu. Ia juga harus mencari pekerjaan — pekerjaan baru di Internet dan koran — koran cetakan lokal. Satu — satunya masalah dari pekerjaan — pekerjaan baru tersebut, tidak ada pemberi pekerjaan yang mau mensponsori visa H1 ( Jenis Visa Amerika Serikat untuk bekerja secara legal di Amerika Serikat untuk para pekerja dari luar negara Amerika Serikat ) untuknya. Tidak ada juga pengacara imigrasi lokal yang dapat membantunya untuk tinggal secara legal di Amerika Serikat. Satu — satunya jalan baginya untuk bisa hidup dan bekerja di Amerika Serikat secara legal adalah dengan mengajukan Green Card Amerika Serikat, tetapi cara ini terlalu mahal biayanya baginya dan membutuhkan waktu proses yang terlalu lama baginya.



After Roby Widjaja realized that he couldn’t work on other people’s companies because of H1 Visa sponsorship problem, he tried to find self-employed jobs or business opportunities that he could do in the United States of America with his tourist visa only.


Setelah Roby Widjaja menyadari bahwa ia tidak bisa bekerja di perusahaan — perusahaan milik orang lain karena masalah sponsor visa H1 tersebut, ia mencoba untuk mencari pekerjaan — pekerjaan yang bisa dikerjakan secara mandiri atau peluang — peluang bisnis yang bisa ia lakukan di Amerika Serikat dengan visa turisnya itu.



Roby Widjaja found many different self-employed jobs and business opportunities, but he chose the opportunity to be a Real Estate & Properties investor. He found an online USA community of Real Estate & Properties investors. These investors invested in USA Real Estate & Properties in many different investment schemes, such as:

  • Buying physically damaged properties with very low prices, renovating it physically, and selling it again with much higher prices.

  • Buying high rental incomes properties by high leverage ( such as individual loan or equity investors, bank loans, etc. ), renting the properties for monthly incomes, paying back the investors or loans monthly, and enjoying the rest of the monthly rental income as personal income.

  • Rent a house or an apartment, and re-rent the rooms of the house or property individually for higher total rental incomes.

  • Etc.


Roby Widjaja menemukan beberapa peluang pekerjaan yang bisa dikerjakan secara mandiri dan bisnis, tetapi ia akhirnya memilih peluang untuk menjadi investor Real Estate dan Properti. Ia menemukan sebuah komunitas online Amerika Serikat tempat berkumpulnya para investor Real Estate dan Properti Amerika Serikat. Para investor ini berinvestasi di Real Estate dan Properti Amerika Serikat dengan beberapa skema investasi, seperti:

  • Membeli properti — property yang rusak secara fisik dengan harga yang sangat rendah, lalu direnovasi secara fisik, dan kemudian menjualnya lagi dengan harga yang jauh lebih mahal.

  • Membeli properti — properti yang bisa menghasilkan uang sewa tinggi dengan menggunakan uang orang lain ( seperti para investor pribadi yang memberikan pinjaman atau modal bagi hasil, kredit dari bank, dan lain sebagainya ), lalu kemudian menyewakan properti — properti yang sudah dibeli itu untuk menghasilkan penghasilan sewa bulanan, kemudian membayar kembali para investor atau pinjaman setiap bulan, dan menikmati selisih antara penghasilan sewa dengan pembayaran kembali itu sebagai penghasilan pribadi.

  • Menyewa sebuah rumah atau apartemen secara keseluruhan, lalu kemudian menyewakan kembali kamar — kamarnya secara individual untuk mendapatkan total uang sewa kamar yang lebih tinggi daripada total uang sewa rumah atau apartemen secara keseluruhan.

  • Dan lain sebagainya.


The city where Roby Widjaja lived was a ski tourism city. That’s there were many hotels and rental properties in the city. He saw it as a good business opportunity to start the rental properties business with the profit-sharing financial capital from the investors. He made a business cooperation deal with one of the investors from the online community. The deal was, the investor should supply the 100% financial capital that Roby Widjaja needed to buy the rental properties and the investor would receive 50% profit sharing from the rental properties operation. Roby Widjaja’s jobs on the business were identifying the rental properties with the highest ROI to buy, buying the properties, finding customers who want to rent the properties daily, and taking care of the properties maintenance. Both Roby Widjaja and the investor were happy with the business deal.


Kota dimana Roby Widjaja tinggal adalah kota pariwisata bermain ski. Itulah mengapa banyak hotel dan properti — properti yang disewakan di kota itu. Ia melihatnya sebagai sebuah kesempatan bisnis yang bagus untuk memulai bisnis menyewakan properti — properti di kota itu. Ia membuat sebuah kesepakatan kerjasama bisnis dengan salah satu investor dari komunitas online itu. Kesepakatannya adalah, sang investor harus menyediakan 100% modal finansial yang dibutuhkan Roby Widjaja untuk membeli properti — properti yang untuk disewakan dan sang investor akan menerima 50% dari keuntungan pengoperasian properti — properti itu. Pekerjaan — pekerjaan Roby Widjaja dalam bisnis itu adalah mengidentifikasi properti — properti yang untuk disewakan mana yang memberikan imbal hasil investasi tertinggi untuk dibeli, mendapatkan para penyewa dengan sistem sewa harian, dan mengurusi pemeliharaan properti — properti itu. Baik Roby Widjaja dan sang investor senang dengan kesepakatan bisnis itu.



After the business cooperation deal was made, Roby Widjaja started to hunt the right rental properties to buy in the city. After analysing many different rental properties, he chose the first property to buy. It was a USD 2,5 million luxury condominium unit managed by a five-star hotel operator.


Setelah kesepakatan kerjasama bisnis dibuat, Roby Widjaja mulai berburu properti — properti yang untuk disewakan yang tepat untuk dibeli di kota itu. Setelah menganalisa beberapa properti — properti yang untuk disewakan, ia memilih properti pertama untuk dibeli. Properti itu adalah sebuah kondominium mewah seharga USD 2,5 juta yang dikelola oleh sebuah operator hotel bintang lima.



Roby Widjaja sent the complete data about the property to his investor and the investor agreed to buy it too. After Roby Widjaja got the agreement from the investor, he negotiated the price with the property owner and signed a Sales and Purchase Agreement document with the owner. It was a USD 2,5 million property buying transaction deal.


Roby Widjaja mengirimkan data lengkap properti itu kepada investornya dan investornya juga setuju untuk membelinya. Setelah Roby Widjaja mendapatkan persetujuan dari sang investor, ia melakukan negosiasi harga dengan pemilik properti dan menandatangani akte jual beli properti dengan si pemilik properti. Itu adalah sebuah kesepakatan transaksi pembeli properti senilai USD 2,5 juta.



Roby Widjaja sent the Sales and Purchase Agreement Document to his investor and was waiting for the investor to transfer the 5% of USD 2,5 million property buying transaction down payment to his bank account. While waiting, Roby Widjaja wrote and signed a personal cheque with the same amount and gave it to the property owner as of the down payment. It was his biggest and the only mistake he made on this property buying transaction, he only had less than USD 1,000 on his bank account when he wrote and signed that 5% of USD 2,5 million cheque. He expected that his investor transferred the down payment money into his bank account on time before the cheque was cashed in by the property owner.


Roby Widjaja mengirimkan Dokumen Kesepakatan Penjualan dan Pembelian itu kepada investornya dan menunggu sang investor untuk melakukan transfer dana 5% dari USD 2,5 juta ke rekening bank nya untuk uang muka transaksi pembelian properti. Sambil menunggu, Roby Widjaja menulis dan menandatangani sebuah cek pribadi dengan jumlah yang sama dan memberikannya kepada pemilik properti sebagai uang muka. Ini adalah kesalahan terbesarnya dan satu — satunya yang ia buat dalam melakukan transaksi pembelian properti ini, ia hanya memiliki kurang dari USD 1,000 di akun bank nya Ketika ia menulis dan menandatangani cek senilai 5% dari USD 2,5 juta itu. Ia berharap bahwa investornya akan melakukan transfer dana uang muka itu ke rekening bank nya tepat waktu sebelum cek itu dicairkan oleh si pemilik properti.



The fact his investor never transferred the money into his bank account. The property owner and all other people who received his cheques with much smaller amounts were angry to Roby Widjaja because they couldn’t cash in those cheques. Some of those people reported it to the policemen and sued him. Roby Widjaja was arrested by policemen and got into jail because of a felony lawsuit finally.


Faktanya investornya tidak pernah melakukan transfer uang ke rekening bank nya. Pemilik properti dan semua orang yang menerima cek — cek nya dengan jumlah yang jauh lebih kecil marah kepada Roby Widjaja karena mereka tidak bisa mencairkan cek — cek itu. Beberapa orang dari penerima cek — cek itu kemudian melaporkannya kepada polisi dan menuntutnya secara hukum. Roby Widjaja akhirnya ditahan oleh polisi karena kasus pelanggaran hukum penipuan keuangan menggunakan cek — cek kosong.



Nobody bailed him out from the jail too although the bailout fee was only USD 1,000 so that he could stay outside the jail while waiting the court process finished. That’s why Roby Widjaja had to stay inside the jail for about 3 months during the court process of his case. Roby Widjaja was released from the jail after the court process finished with 3 months probation period finally. He was released by the court because the property owner didn’t lose anything financially because of that uncashable cheque.


Tidak ada yang membayar uang jaminan untuknya meskipun besar uang jaminannya hanya sebesar USD 1,000 saja supaya ia bisa tetap berada di luar tahanan sambil menunggu proses pengadilan selesai. Itulah mengapa Roby Widjaja harus tinggal dalam tahanan selama sekitar 3 bulan selama proses pengadilan untuk kasusnya berlangsung. Roby Widjaja akhirnya dibebaskan dari tahanan dengan masa percobaan 3 bulan setelah proses pengadilan berakhir. Ia dibebaskan oleh pengadilan karena pemilik properti sebenarnya tidak dirugikan secara finansial oleh karena cek yang tidak bisa dicairkan darinya itu.



One problem was finished, but the second one happened. During that court process, US Immigration became to know that Roby Widjaja worked in the USA illegally by the tourist visa. The US Immigration Officer gave him two options. The first option, he must be deported directly to Indonesia as soon as possible. The second option, he had a probability to get a special US Visa that would allow him to work in the USA legally. But, Roby Widjaja had to stay in USA immigration jail for about 8 months waiting for the immigration court finished to decide whether he got or not that special US Visa. This second option was a “gambling” option, the bet was 8 months staying in US immigration jail, and the reward was a special USA visa. Roby Widjaja chose to be deported to Indonesia as soon as possible finally.


Satu masalah selesai, tetapi masalah kedua terjadi. Selama proses pengadilan itu, Departement Imigrasi Amerika Serikat menjadi tahu bahwa Roby Widjaja bekerja secara illegal di Amerika Serikat menggunakan visa turis. Petugas imigrasi Amerika Serikat memberikan dua pilihan kepadanya. Pilihan pertama, ia harus dideportasi langsung ke Indonesia secepatnya. Pilihan kedua, ia memiliki kemungkinan untuk mendapatkan Visa Amerika Serikat khusus yang memperbolehkannya untuk bekerja di Amerika Serikat secara legal. Tetapi, Roby Widjaja harus tinggal dalam tahanan Departemen Imigrasi Amerika Serikat selama sekitar 8 bulan menunggu proses pengadilan imigrasi selesai untuk memutuskan apakah ia mendapatkan atau tidak mendapatkan visa khusus Amerika Serikat itu. Pilihan kedua ini adalah sebuah pilihan “berjudi”, taruhannya adalah tinggal selama 8 bulan di tahanan imigrasi Amerika Serikat, dan hadiah menang judinya adalah visa khusus Amerika Serikat itu. Roby Widjaja akhirnya memilih untuk dideportasi ke Indonesia secepatnya.



Roby Widjaja was deported to Indonesia and lived again in Indonesia finally.


Roby Widjaja akhirnya dideportasi ke Indonesia dan hidup di Indonesia lagi.



The life lessons Roby Widjaja learned from this period of his life was:


1. Just because you always keep your promises, it doesn’t mean all other people will do the same thing to you.

2. Just because you are always honest in business, it doesn’t mean all other people will do the same thing to you.

3. Just because you are always helpful to other people financially and non-financially, it doesn’t mean all other people will do the same thing to you.

4. Don’t only believe nice words and nice attitudes from other people, but also value them from what they really do to you and do for you in reality in front of you and behind your back. Because it is too easy for other people to fake their nice words and nice attitudes to you.



Pelajaran — pelajaran hidup yang dipelajari oleh Roby Widjaja dari periode ini dari hidupnya adalah:


1. Hanya karena kamu selalu menepati janji — janjimu, itu bukan berarti semua orang lain akan melakukan hal yang sama kepadamu.

2. Hanya karena kamu selalu jujur dalam menjalankan bisnis, itu bukan berarti semua orang lain akan melakukan hal yang sama kepadamu.

3. Hanya karena kamu selalu ringan tangan membantu orang lain secara keuangan dan non-keuangan, itu bukan berarti semua orang lain akan melakukan hal yang sama kepadamu.

4. Jangan hanya percaya kata — kata manis dan perilaku baik dari orang lain, tetapi nilailah juga mereka dari apa yang mereka benar — benar lakukan kepadamu dan lakukan untukmu secara nyata di depanmu dan di belakangmu. Karena terlalu mudah bagi orang — orang lain untuk memalsukan perkataan — perkataan manisnya dan perilaku — perilaku baiknya kepadamu.



 

This article was written by Roby Widjaja


Digital Marketing Specialist and Strategist, Website and Web Application Developer, Mobile Apps Developer, Market Researcher, Search Engine Optimization ( SEO ) Specialist, Digital Advertising Specialist, Social Media Management Specialist, Digital Content Creator, Digital Artist, Independent Writer, Graphic Designer, Videographer and Video Editor, 2D/3D Animator, Software Developer, Scientist, Thinker, and Entrepreneur.


Spesialis dan Pembuat Strategi Pemasaran Digital, Pengembang situs web dan aplikasi berbasis web, Pengembang Aplikasi Ponsel Cerdas, Spesialis Optimasi Mesin Pencarian, Spesialis Manajemen Iklan Digital, Spesialis Manajemen Akun Media Sosial, Kreator Konten Digital, Seniman Digital, Penulis Lepas Mandiri, Desainer Grafis, Videografer dan Editor Video, Kreator Animasi 2D/3D, Pengembang Perangkat Lunak Komputer, Ilmuwan, Pemikir, dan Wirausahawan.



100% Shareowner, Founder, and CEO of iMarketology and Arts-of-Life. Both iMarketology and Arts-of-Life haven’t been incorporated legally yet anywhere in this world.


Pemilik 100% Saham, Pendiri, dan Direktur Utama dari iMarketology dan Arts-of-Life. Baik iMarketology maupun Arts-of-Life belum dibuat badan hukumnya secara legal dimanapun juga di dunia ini.



10 views0 comments

Recent Posts

See All

[ Announcement ]

We don't have any active account on [ https://getcraft.com ] anymore because all of our service cards on Getcraft have been rejected by the administrator or moderator. The rejection reason was that ou

bottom of page